Setelah mengetahui sejarah ditemukanya cara transfusi darah pada manusia, sebagai seorang muslim hendaknya kita mencoba kembali kepada Al Quran dan Al Hadits. Jika dicari secara tekstual, hukum mengenai donor atau transfusi darah memang tidak dapat ditemukan. Hal itu dapat dikatakan wajar, mengingat transfusi darah mulai ditemukan pada tahun 1665, itu artinya adalah 1033 tahun setelah Rasulullah SAW wafat. Jadi pada masa Rasulullah memang belum dikenal istilah atau amalan tersebut.
Untuk membahas bagaimana transfusi darah, hal pertama yang dapat dilakukan adalah melihat darah secara utuh. Sudut pandang terhadap darah dapat dilihat dari berbagai aspek, misal aspek budaya, aspek agama dan aspek kesehatan.
- Aspek Budaya. Dalam sudut pandang budaya dan tradisi, pertama mari kita tenggelam dalam kebudayaan tertua, yaitu kebudayaan Mesir. Orang mesir kuno menggunakan darah dan minyak dan dilumurkan diatas kepala sebagai obat kebotakan. Bangsa Romawi kuno meminum darah gladiator yang mati untuk membangkitkan keberanian dalam diri mereka. Suku Australia tengah menggunakan darah orang muda untuk mengobati orang tua yang sakit.
- Aspek agama. Dalam agama yahudi, darah mengandung arti pembaharuan perjanjian. Dalam perjanjian lama (Nasrani) darah memiliki kekuatan berupa penebusan (imamat, 16:6, 15 dst), pemurnian (imamat, 14). Dalam Teologi kristen, arti sangat penting diberikan pada darah Kristus (Ibrani, 9:27). Dalam Fikih Islam, darah yang keluar dari dalam tubuh manusia sebagai najis(Bidayat al mujtahid wa nihayat) dan Haram (Qs Al An'am 6:145).
- Aspek Kesehatan. Jika dilihat dari segi medis, sel darah merah atau eritrosit merupakan sel darah paling banyak dan berfungsi untuk menyalurkan oksigen ke seluruh bagian tubuh. Pada manusia sel darah merah diproduksi di sumsum tulang belakang. Sel darah merah aktif selama 120 hari, setelah itu dihancurkan. Untuk proses produksinya, 2juta eritrosit per detik. setelah diproduksi, eritrosit didewasakan selama 7 hari. Dengan demikian eritrosit siap bertugas sebagaimana mestinya.
Pendapat pertama tentang donor darah adalah penolakan terhadap donor darah. Hal ini didasarkan atas pendapat bahwa darah merupakan bagian tak terpisahkan dari tubuh manusia dan yang kedua adalah darah termasuk benda najis (Mufti Muhammad Syafi', Pakistan).
Dalam tulisanya Mufti Syafi' mengatakan bahwa pengambilan dan tranfusi darah untuk dimasukkan ke dalam tubuh orang lain bisa disamakan dengan upaya mengubah takdir, karenanya dilarang. Kemudian jika menyitir pendapat Imam Syafi'i (767-820M) dalam kitab Al Umm "Jika seseorang memasukkan darah kedalam kulitnya, dan darah itu berkembang (nabata 'alaih), maka darah tersebut wajib dikeluarkan dan orang itu wajib mengganti shalat yang dilakukan setelah memasukkan darah tersebut".
Pendapat berikutnya adalah pendapat yang membolehkan adanya pendonoran darah. Hal ini didasarkan atas kelenturan peraturan hukum dan kelonggaran dan kemudahan yang diberikan syariat pada hal-hal yang luar biasa (mengancam nyawa) dan upaya pengobatan. Maka Mufti Syafi'i dalam bukunya Insani A'dha membolehkan (jaiz) proses tranfusi darah.
Pendapat pembolehan transfusi darah tersebut setaraa hukumnya dengan pembolehan air susu ibu yang digunakan untuk pengobatan. Dikarenakan ASI juga merupakan bagian tak terpisahkan dari tubuh manusia. Pendapat tersebut termaktub dalam kitab Fatawa Alamghiriyah. Yang berbunyi "Tidak ada larangan bagi seorang laki-laki untuk menyedot air susu seorang wanita dan meminumnya (untuk tujuan penyembuhan)".
Dari pendapat yang ada perlu digaris bawahi bahwa dalam proses transfusi darah pastilah sekurang kurangnya terdapat dua orang yang berkaitan. Pendonor dan penerima darah. Jika diperhatikan masing masing golongan tersebut memiliki syarat yang berbeda.
Untuk pendonor syarat yang diberikan adalah sebagai berikut:
Pendapat pembolehan transfusi darah tersebut setaraa hukumnya dengan pembolehan air susu ibu yang digunakan untuk pengobatan. Dikarenakan ASI juga merupakan bagian tak terpisahkan dari tubuh manusia. Pendapat tersebut termaktub dalam kitab Fatawa Alamghiriyah. Yang berbunyi "Tidak ada larangan bagi seorang laki-laki untuk menyedot air susu seorang wanita dan meminumnya (untuk tujuan penyembuhan)".
Dari pendapat yang ada perlu digaris bawahi bahwa dalam proses transfusi darah pastilah sekurang kurangnya terdapat dua orang yang berkaitan. Pendonor dan penerima darah. Jika diperhatikan masing masing golongan tersebut memiliki syarat yang berbeda.
Untuk pendonor syarat yang diberikan adalah sebagai berikut:
- Tidak diperbolehkan meminta bayaran atas darah yang dikeluarkan. Mengingat darah merupakan benda najis, maka perjual belian benda nasjis tersebut dapat dihukumi haram (Al Baqarah, 2:173).
- Tidak membahayakan diri pendonor. Dalam hal ini yang diperbolehkan memberi keputusan adalah Dokter.
- Pendonor harus bebas dari penyakit yang dapat ditularkan melalui transfusi darah.
- Dokter telah menentukan bahwa tak ada jalan lain untuk penyembuhan kecuali menerima tranfusi darah. Apabila masih ada alternatif lain, maka diutamakan menggunakan alternatif lain tersebut (lebih utama).
- Transfusi darah tidak diperbolehkan jika tujuanya hanya untuk meningkatkan kesehatan atau kecantikan. Artinya, jika tidak ada kekhawatiran bahwa penyakit pasien berkepanjangan, maka tujuan transfusi hanyalah untuk menguatkan tubuh dan menambah keindahanya saja.
Bagaimana dengan lembaga yang menyimpan darah? Lembaga penyimpan darah disebut juga dengan Bank Darah. Hukum tentang Bank Darah diambil dari pendapat Syekh Abu Sinnah yang menyatakan bahwa boleh hukumnya mengumpulkan darah dari para donor lalu menyimpanya untuk ditransfusikan kepada orang yang membutuhkan di lain waktu. Pendapat tersebut termaktub dalam kitab Kasysyaf al-Qana "seseorang yang dipaksa oleh kebutuhan boleh menyimpan sesuatu yang diharamkan (untuk dimakan) jika ia takut bahwa bila benda itu tidak disimpan , kelak ia tidak dapat memperoleh benda itu lagi. Walaupun begitu tidak diperbolehkan mengambil langkah-langkah ini hingga ia didesak oleh kebutuhan".
Tentu saja Bank Darah juga memiliki syarat yang harus dipenuhi. Yaitu Bank Darah tidak diperbolehkan mengkomersialkan darah. Namun, Bank Darah diperbolehkan untuk menarik sejumlah dana sebagai pengganti biaya operasional penyimpanan darah.
Jika diamati dengan bijak, Negara kita Indonesia melalui PMI telah melaksanakan tugasnya dengan baik, dan memang terbukti bermanfaat untuk masyarakat banyak.
(Hanya Allah Maha Mengetahui apa yang benar)
Tentu saja Bank Darah juga memiliki syarat yang harus dipenuhi. Yaitu Bank Darah tidak diperbolehkan mengkomersialkan darah. Namun, Bank Darah diperbolehkan untuk menarik sejumlah dana sebagai pengganti biaya operasional penyimpanan darah.
Jika diamati dengan bijak, Negara kita Indonesia melalui PMI telah melaksanakan tugasnya dengan baik, dan memang terbukti bermanfaat untuk masyarakat banyak.
والله أعلم بالصواب
Wallahu A’lam bishowab(Hanya Allah Maha Mengetahui apa yang benar)